Defisit
Air Tawar Pada Pulau Derawan Yang Disebabkan Oleh Adanya Konsumsi Air Tawar
Yang Berlebihan
Disusun Oleh : Bagus Erik Prabowo
08151006
Definisi dari pulau kecil dapat dilihat dari bentuk
dan ukuranya, sementara ciri umum yang dapat dikenali yang terpenting adalah
terpisahnya ekosistem dan sumber dayanya dari pulau utama serta pulau lainya.
Dalam beberapa hal, tidak sepenuhnya ekosistemnya terpisah bila yang dimaksud
adalah lingkungan lautnya, terlebih bila dasar perairannya sama (Sardjono et
al, 2007). Pulau kecil terbentuk ketika dasar dari perairan mengalami
pengangkatan dan muncul keatas permukaan dan berada didekat dengan muka laut dan
ditempati biota serta terumbu, dan selanjutnya tumbuh membentuk rataan dan ekosistem
pulau. Dalam hal ekosistim daratnya, yang menjadi batas fisik adalah air laut
yang mengelilingi pulau, menjadikan sistim air tawar yang ada dipulau tidak
mempunyai hubungan terbuka dengan daratan utama. Jumlah dan keberadaan air
tawar di pulau kecil berada pada keterbatasan yang tergantung oleh banyak hal,
antara lain kondisi geologi, bentuk ukuran pulau, kondisi perairan, serta hujan,
dan faktor lainya seperti delta (Sardjono et al., 2007)
Delta dan pulau terumbu karang adalah jenis - jenis
pulau yang belum lama terbentuk Pembentukan pulau – pulau tersebut erat
kaitanya dengan gerak tektonik dan perubahan muka laut yang memberi kendali
pada neraca pengendapan sedimen dan pertumbuhan terumbu karang pembentuk pulau.
Pulau – pulau kecil di Indonesia terbentuk dari proses geologi yang bermacam
sejak jutaan tahun silam yang dikarenakan adanya lempeng samudera dan jalur
aktif tektonik. Seperti halnya Pulau derawan terbentuk sebagai pulau terumbu
karang karena adanya proses geologi yang berasal dari evolusi sub cekungan
Berau, yang sebagian dari cekungan Kutai dan berasal dari adanya proses
tektonik tarikan pada zaman es yang menyebabkan blok Kutai membentuk cekungan
baru (Katili,1978). Selain itu terbentuknya pulau derawan juga disebabkan oleh
adanya aktivitas vulkanik gunung api Neogen di semenanjung pulau Sulawesi yang
mengakibatkan adanya penebalan
sedimentasi dan lipatan – lipatan pada Pulau Derawan (Satyana et.al,
1999). Lalu adanya biota pada pulau Derawan diawali dengan oleh alga dan koloni
moluska, kemudian kerangka dari moluska tersebut lama kelamaan melepas dan
membentuk koloni koral pada perairan jernih, dan terbentuknya terumbu karang (Tomascik
et al., 1997).
Kondisi hidrologi pada pulau Derawan berdasarkan
Badan Geologi Indonesia pada tahun 2010 melakukan penelitian jika hidrologi
dari pulau kecil seprti pulau Derawan dapat dikenali dalam beberapa jenis, pertama
dapat dilihat dari sebaran bentuk dan sedimen aquifer tanah dangkal serta cara
pengisiannya. Pada pulau terumbu karang aquifer tanah seperti pulau Derawan terbentuk
dari sedimen pasir kasar karbonat yang menutup sisa kerangka koral, tersebar
terutama menutup bagian yang mempunyai arah menghadap energi paling tinggi dengan
adanya penimbunan sedimen. Pengisian air
tawar hanya berasal dari air meteorik. Keseimbangan untuk pulau menyimpan air
tawar memerlukan waktu lama sehingga terbentuk cadangan air tawar yang umumnya
berupa air tanah yang tersimpan pada lensa batuan koral. Lensa ini seolah
mengapung di atas air asin, bergerak naik turun seiring ayunan pasang surut.
Terdapatnya pohon dengan akar yang mampu melapukkan sedimen menjadi lebih
halus, membantu menahan lebih baik air tawar tidak merembes mengalir ke laut
maupun bercampur dengan air asin di dasar lapisan endapan penutup. Keberadaan
air tawar di Pulau Derawan dimungkinkan oleh jenis batuan penyusun berupa
endapan pasir karbonat remah terumbu karang. Lapisan pasir ini memiliki
kesarangan yang memungkinkan air meteorik meresap. Sedimen ini memiliki
ketebalan hingga 6,5 m, namun tidak merata di seluruh pulau. Hal ini dapat
dilihat pada diagram hasil pemeruman tahanan jenis yang memberi gambaran
tebalnya air tawar yang mengisi sedimen pasir ini.
Pada perkembanganya pulau Derawan kini berkembang dn
dihuni oleh penduduk yang berasal dari suku bajo yang mengembara dan membuka
hutan dibagian pulau yang beralaskan pasir putih tersebut lalu lama kelamaan
berkembang dan menjadi permukiman dan menjadi peluang usaha dan aktivitas
nelayan Untuk memperoleh lahan lebih luas dan akses mudah ke laut, rataan bakau
dipangkas, pohon tanaman asli ditebang diganti tanaman kelapa dan pisang. Daya tarik yang menyebabkan pesatnya
pertambahan penduduk dari pendatang yang bergabung adalah melimpahnya biota
laut, seperti penyu (Chelonia midas). Serta perairan kompleks terumbu karang
menawarkan kelimpahan biota (ikan, moluska, holothuroidae, dll) yang tidak
hanya menjadi menjadi tangkapan, namun bersama dengan ekosistem terumbu karang
menawarkan daya tarik lain sebagai obyek wisata laut. Peningkatan kegiatan
sektor wisata di kawasan ini segera diikuti peningkatan jumlah penduduk. Pondok
wisata tumbuh dengan cepat dibangun sebagai rumah panggung di atas rataan
terumbu. Pemakaian air tawar meningkat dan air tawar ini terbuang demikian saja
ke laut setelah pemakaiannya. Saat ini air tawar keperluan rumah tangga dan
wisata diambil langsung dari air tanah dangkal dengan cara pemompaa langsung.
Jka hal ini dibiarkan secara terus menerus
maka akan mengakibatkan memicu terjadinya kekosongan pori yang kemudian
diisi olehair asin yang menerobos masuk mengisi akifer dangkal. Gejala ini
sudah teramati pada instalasi air tawar pada sumur penduduk yang berada didekat
pantai pulau Derawan.
Menurut SNI tentang penyusunan neraca air 2012
kebutuhan penduduk akan air adalah tiap orang membutuhkan 60 Liter / tahun
untuk keperluan mandi minum dan lain – lain. Dengan penduduk mencapai 9.947
jiwa konsumsi air pada pulau Derawan tiap tahunnya adalah 596820 Liter / tahun.
Akan tetapi konsumsi akan air tawar tersebut akan bertambah karena angka
tersebut belum termasuk konsumsi air wisatawan yang berkunjung ke pulau
Derawan. Menurut Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Berau pulau Derawan
setidaknya memerlukan pengisian total air tawar 60 juta liter agar dapat
mengisi kekosongan pori – pori dari pulau karang. Sementara pengisian air tawar
tersebut berasal dari curah hujan. Angka curah hujan tersebut dapat saja
mengalami perubahan (ekstrem) berkurang hingga dibawah 1000 mm/tahun atau
meningkat intensitasnya hingga memperbanyak air lebih yang tumpah keluar ke
laut. Lolosnya air tawar yang tumpah ke
laut saat intensitas dan curah hujan tinggi diperkirakan mencapai dan menguap
langsung serta melalui tumbuhan diperkirakan 20%, maka neraca air tanah tersisa
15,27 juta liter. Angka ini sangat rentan perubahannya ketika terancam oleh
kurangnya pengisian air meteorik yang dapat melorot dibawah 1000 mm/tahun curah
hujan, konsumsi yang meningkat hingga 50% dalam 10 tahun.
Bahaya yang dihadapi oleh pulau terumbu karang seperti
pulau Derawan adalah adanya kenaikan muka laut serta ancaman abrasi dan
penenggalaman pulau. Jika hal ini terjadi maka kerusakan bukan hanya pada fisik
pulau, namun juga pada ekosistem perairan terumbu karangnya. Terumbu karang
berfungsi untuk menjaga keseimbangan antara erosi dan sedimentasi yang menjaga
kelestarian pulau dan juga menjadi tempat tinggal biota laut. Untuk itu jika
peningkatan jumlah kunjungan wisata yang tidak diiringi dengan penataan pengelolaan air tawar dapat
secara cepat menanmbah defisit air tawar. Pendekatan sosial kependudukan juga
perlu dilakukan, dengan pemilihan isu tertentu yang paling tepat dikemukakan
untuk memperbaiki anggapan dan perilaku cara pemakaian air yang menjadi lebih
berwawasan lingkungan. Selain pengurangan konsumsi yang berlebihan, cara
pemakaian sebaik mungkin air tawar dipulau juga perlu disosialisasikan kepada
masyarakat
Daftar
Pustaka
Sardjono, Soeprapto T.A
2007. Atlas Pengelompokan Pulau Kecil Berdasarkan Tektonogenesis Untuk
Perencanaan tata Ruang Darat, Laut dan Dirgantara Nasional. Pusat Survei
Geologi, Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber daya Mineral.
Katili J.A.,1978. Past
and present geotectonic of Sulawesi, Indonesia. Tectonophysics.
Satyana A.H., Nugroho
D., Surantoko I., 1999. Tectonic controls on the hydrocarbon habitats of the
Barito, Kutei and Tarakan Basins, Eastern Kalimantan, Indonesia: major
dissimilarities in adjoining basins. Journal of Asian Earth Sciences.
Tomascik, T., Mah, A.J., Nontji, A. and Moosa, M.K.
, 1997. The Ecology of Indonesian Seas, Part I. The Ecology of Indonesia
Series, Volume VII. Periplus Editions, Singapore.