Minggu, 09 Oktober 2016

Critical Review Pembiayaan Pembangunan Pelabuhan Patimban

BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang

Pelabuhan sebagai infrastruktur transportasi laut mempunyai peran yang sangat penting dan strategis untuk pertumbuhan industri dan perdagangan. Menurut Gurning dan Budiyanto, (2007), pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan dan sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan Pemerintahan dan kegiatan layanan jasa. Utamanya pelabuhan adalah tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi.
Oleh karena itu pengelolaan pelabuhan dilakukan secara efektif, efisien, dan profesional sehingga pelayanan pelabuhan menjadi lancar, aman, dan cepat. Program Pemerintah pada saat ini juga mendukung pada kemajuan ke maritiman dengan adanya program tol laut. Dengan memperbaiki infrastruktur pada pelabuhan – pelabuhan di  Indonesia. Masalah pun muncul karena tol laut ini terbilang mega proyek Suranto(2004). “Manajemen Operasional Angkutan Laut dan Kepelabuhan Serta. Dalam sebuah sumber artikel dalam tribun news disebutkan bahwa menurut Jokowi pembiayaan pembangunan tol laut menghabiskan 60 triliyun rupiah yang berasal dari sumber dana APBN. Dana sebanyak itu digunakan untuk pembangunan pelabuhan – pelabuhan di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawasi, dan Papua.
Menurut sumber artikel Liputan 6.com Pembangunan pelabuhan sendiri sudah dilakukan di beberapa daerah. Salah satunya adalah pembangunan pelabuhan di pulau Jawa, selain memperbaiki pelabuhan yang sudah ada, pemerintah saat ini juga membangun pelabuhan – pelabuhan besar baru sebagai pendukung aktivitas bongkar muat barang  di pulau Jawa. Salah satunya adalah pelabuhan Patimban di Timur Cimalaya Karawang.
Pelabuhan Patimban sendiri termasuk dalam pelabuhan yang bermasalah. Dari kementrian Bappenas sendiri telah mentapkan bahwa pelabuhan Patimban sendiri mengalami permasalahan pada pembiayaan pembangunan Dundovic, Cedomir dan Hess, Svjetlana, 2005,”Exploitability of the Port Container Terminal Stacking Area Capacity in the Circumstances of Increased Turnover”, ISEP (2005). Permasalahan ini diakibatkan kurangnya ketertarikan investor untuk memberikan dana karena adanya proses pemindahan lokasi dibangunya pelabuhan Patimban. Pada mulanya penetapan lokasi pelabuhan Patimban sendiri di wilayah barat Cimalaya karawang, dan sekarang dipindahkan lokasinya ke wilayah Subang Jawa barat. Hal ini disebabkan oleh kurangnya ketersediaan lahan industri di wilayah Barat Cimalaya Karawang.
Pemerintah pada saat ini telah mengusahakan untuk menarik investor asing dalam pembiayaan pembangunan pelabuhan Patimban. Deputi Sarana dan Prasarana Bappenas Wismana Adi Suryabrata mengatakan saat ini pemerintah Indonesia telah membujuk investor asal Jepang agar mau membiayai pembangunan pelabuhan Patimban. Dengan sistem kreditur atau pinjam. Untuk itu dibuatlah critical review untuk memberikan suatu pendapat akan permasalahan pembiayaan pembangunan, agar kedepanya pemangku kebijakan dapat mengambil keputusan yang cepat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta sesuai standar.


1.2   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam critical review ini antara lain :
1.    Siapa saja steakholder yang terkait dalam pembiayaan pembangunan pelabuhan Patimban
2.    Bagaimana sumber pembiayaan pembangunan pelabuhan Patimban
3.    Bagaimana kendala dalam pembiayaan pembangunan pelabuhan Patimban
4.    Bagaimana strategi dalam pembiayaan pembangunan pelabuhan Patimban

1.3   Tujuan
Adapun tujuan penulisan dari critical review ini antara lain mengetahui mengidentifikasi kendala permasalahan pembiayaan pembangunan pelabuhan Patimban dan mengetahui strategi dalam pembiayaan pembangunan pelabuhan Patimban,






BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN ALASAN PEMILIHAN ISU
2.2 Alasan pemilihan isu

Salah satu Nawacita presiden Joko Widodo saat ini adalah mengembangkan maritim Indonesia. Dengan adanya pembangunan infrastruktur kelautan seperti pelabuhan akan membuat nawacita tersebut bisa tercapai. Karena pelabuhan sendiri sangatlah penting bagi maritim Indonesia. Fungsi pelabuhan bukan saja sebagai tempat berlabuhnya kapal melainkan merupakan roda penggerak ekonomi bangsa Indonesia. Kita lihat saja dalam pembangunan pelabuhan baru di Indonesia. Pemerintah telah membangun pelabuhan – pelabuhan baru di berbagai pulau di Indonesia seperti di pulau Sumatera hingga pulau Papua. Salah satunya adalah pembangunan pelabuhan baru di pulau Jawa, yaitu pembangunan pelabuhan Patimban di Subang Jawa Barat.
Pelabuhan Patimban sendiri saat ini hanya difungsikan sebagai pelabuhan bongkar muat batu bara. Pemerintah sendiri saat ini ingin berusaha pelabuhan tersebut agar naik kelas dari pelabuhan kelas regional menjadi kelas internasiaonal. Untuk itu kepala Dinas perhubbungan Jawa Barat Dedi Taufik menyatakan perlu anggaran sebanyak 40 trilyun Rupiah untuk mewujudkan peningkatan kelas pelabuhan tersebut. Dalam pembiayaan pembangunan pemerintah menggandeng investor Jepang sebagai sumber anggarannya. Akan tetapi dalam pelaksanaannya proses pembiayaan pembangunan tersebut terganjal oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah kurang tertariknya lagi investor asing tersebut untuk membangun pelabuhan Patimban di Subang, Karena masih perlu  proses pengkajian ulang yang memakan waktu yang cukup lama.

2.3 Kajian Teoritis
 Menurut Gurning dan Budiyanto, (2007), pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan dan sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan Pemerintahan dan kegiatan layanan jasa. Utamanya pelabuhan adalah tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi. Sementara itu Suranto (2004), mengatakan pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya dengan batas–batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik-turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan faslitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan dan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi.
           
2.3 Infrastrktur Pelabuhan 
Operator pelabuhan lebih memilih untuk meningkatkan produktivitas pelabuhan dalam mengantisipasi terjadinya peningkatan volume peti kemas yang akan datang. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan biaya investasi dalam melakukan perluasan kapasitas yang disebabkan berbagai kendala. Hal tersebut diperkuat penelitian Dundovic dan Hess (2005) yang menunjukkan bahwa kapasitas terminal sangat bergantung kepada kemampuan peralatan pelabuhan dalam melakukan bongkar muat.
Dekker et. al. (2003) menekankan bahwa pembangunan infrastruktur melalui perluasan kapasitas akan memberikan dampak positif terhadap pembangunan ekonomi nasional dan regional. Pembangunan infrastruktur tersebut harus bisa diterima oleh masyarakat dengan berbagai macam pertimbangan seperti pertimbangan lingkungan, tata ruang kota dan aspek sosial ekonomis meskipun biaya pengembangan menjadi lebih mahal.

2.4 Jenis pelabuhan
Menurut Menteri Perhubungan. 2002. Tatanan Kepelabuhan Nasional – Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 53 TAHUN 2002.
Tiap jenis memiliki fungsi dan perannya sendiri – sendiri, yang kesemuanya itu dibagi secara mengkhusus, yaitu ;

(1) Pelabuhan internasional hub yang merupakan pelabuhan utama primer :
a. berperan sebagai pelabuhan internasional hub yang melayani angkutan alih muat (transhipment) peti kemas nasional dan internasional dengan skala pelayanan transportasi laut dunia.
b. berperan sebagai pelabuhan induk yang melayani angkutan peti kemas nasional dan internasional sebesar 2.500.000 TEU's/tahun atau angkutan lain yang setara.
c. berperan sebagai pelabuhan alih muat angkutan peti kemas nasional dan internasional dengan pelayanan berkisar dan 3.000.000 - 3.500.000 TEU's/tahun atau angkutan lain yang setara.
d. berada dekat dengan jalur pelayaran internasional ± 500 mil.
e. kedalaman minimal pelabuhan : -12 m LWS.
f. memiliki dermaga peti kemas minimal panjang 350 m',4 crane dan lapangan penumpukan peti kemas seluas 15 Ha.
g. jarak dengan pelabuhan internasional hub lainnya 500 - 1.000 mil.
(2) Pelabuhan interasional yang merupakan pelabuhan utama sekunder :
a. berperan sebagai pusat distribusi peti kemas nasional dan pelayanan angkutan peti kemas internasional.
b. berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan angkutan peti kemas.
c. melayani angkutan peti kemas sebesan 1.500.000 TEU's/tahun atau angkutan lain yang setara.
d. berada dekat dengan jalur pelayaran internasional + 500 mil dan jalur pelayaran nasional ± 50 mil.
e. kedalaman minimal pelabuhan - 9 m LWS.
f. memiliki dermaga peti kemas minimal panjang 250 m',2 crane dan lapangan penumpukan kontener seluas 10 Ha.
g. jarak dengan pelabuhan internasional lainnya 200 - 500 mil.
(3) Pelabuhan nasional yang merupakan pelabuhan utama tersier :
a. berperan sebagai pengumpan anqkutan peti kemas nasional.
b. berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang umum nasional.
c. berperan melayani angkutan peti kemas nasional di seluruh Indonesia.
d. berada dekat dengan jalur pelayaran nasional + 50 mil.
e. kedalaman minimal pelabuhan –9 m LWS.
f. memiliki dermaga multipurpose minimal panjang 150 m', mobile crane atau skipgear kapasitas 50 ton.
g. jarak dengan pelabuhan nasional lainnya 50 - 100 mil.
(4) Pelabuhan regional yang merupakan pelabuhan pengumpan primer :
a. berperan sebagai pengumpan pelabuhan hub internasional, pelabuhan internasional pelabuhan nasional.
b. berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang dari/ke pelabuhan utarna dan pelabuhan pengumpan.
c. berperan melayani angkutan taut antar Kabupaten/Kota dalam propinsi.
d. berada dekat dengan jalur pelayaran antar pulau ± 25 mil.
e. kedalaman minimal pelabuhan -4 m LWS.
f. memiliki dermaga minimal panjang 70 m.
g. jarak dengan pelabuhan regional lainnya 20 - 50 mil.
(5) Pelabuhan lokal yang merupakan pelabuhan pengumpan sekunder :
a. berperan sebagai pengumpan pelabuhan hub internasional, pelabuhan internasional, pelabuhan nasional dan pelabuhan regional.
b. berperan sebagai tempat pelayanan penumpang di daerah terpencil, terisolasi, perbatasan, daerah perbatasan yang hanya didukung oleh mode transportasi laut.
c. berperan sebagai tempat pelayanan moda transportasi laut untuk mendukung kehidupan masyarakat dan berfungsi sebagai tempat multifungsi selain sebagai terminal untuk penumpang juga untuk melayani bongkar muat kebutuhan hidup masyarakat disekitamya.
d. berada pada lokasi yang tidak dilalui jalur transportasi laut reguler kecuali keperintisan.
e. kedalaman minimal pelabuhan -1,5 m LWS.
f. memiliki fasilitas tambat.
g. jarak dengan pelabuhan lokal lainnya 5 - 20 mil.

2.5 Sumber-sumber Pembiayaan Pembangunan
Sumber pembiayaan pembangunan merupakan pengalokasian dana yang digunakan untuk pembangunan kegiatan ekonomi, sosial, fisik, dll. Sumber pembiayaan sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu: sumber pembiayaan konvensional dan sumber pembiayaan non konvensional. Sumber pembiayaan konvensional diperoleh dari pemerintah, yaitu dari anggaran pemerintah seperti APBN/APBD, pajak, retribusi. Sedangkan non konvensional berasal dari pinljaman luar negeri. Sedangkan menurut pengertian anggaran sendiri adalah Menurut Mulyadi (2001, p.488), anggaran adalah suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter standar ukuran yang lain yang mencakup jangka waktu satu tahun. Menurut Gunawan Adisaputro dan Marwan Asri (1989:6), anggaran adalah suatu pendekatan yang formal dan sistematis daripada pelaksanaan tanggung jawab manajemen dalam perencanaan, koordinasi, dan pengawasan.
Definisi anggaran, atau biasa disebut dengan pembiayaan publik di atas, dapat digunakan baik dalam lingkup rumah tangga maupun daerah/negara. Anggaran terbagi menjadi 2, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBN dikeluarkan oleh pemerintah pusat atas persetujuan DPR. Sedangkan APBD dikeluarkan oleh pemerintah daerah melalui persetujuan DPRD. Perbedaan undang-undang perda tentang APBN/APBD dengan undang-undang lainnya adalah:
● Periodisitas dan kontinuitas, artinya undang-undang anggaran hanya berlaku satu tahun. Sedangkan undang-undang lain berlaku secara terus menerus.
● Materiil, artinya undang-undang anggaran hanya berlaku bagi pemerintah. Sedangkan undang-undang lain mengikat semua masyarakat.




2.6 RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah)
     Sofyan Djalil, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengatakan pelabuhan Patimban sudah masuk RPJM nasional dan pembangunannya akan segera dilaksanakan.

Sistem Anggaran di Indonesia
Sistem anggaran di Indonesia menggunakan sistem anggaran daerah dan terpusat. Pada saat berlangsungnya masa orde baru sistem anggaran di Indonesia merupakan sistem anggaran terpusat, dimana semua anggaran yang ada tercantum dalam APBN. Pada era reformasi, yakni sekitar tahun 1999 diberlakukan kebijakan otonomi daerah yang pada akhirnya mengharuskan pemerintah daerah untuk memiliki buku anggarannya sendiri atau biasa disebut APBD. APBN sendiri disahkan oleh Kementrian Keuangan sedangkan APBD disahkan oleh Kementrian Dalam Negeri. Karena Indonesia menggunakan sistem anggaran terpusat dan sistem anggaran daerah maka sistem anggaran di Indonesia disebut sistem anggaran yang terpadu.

2.7 Pinjaman Luar Negeri
Makhlani dalam tulisannya yang berjudul Pola Pembangunan Ekonomi dengan Pinjaman Luar Negeri (2007) menyatakan bahwa:
(i)            Terdapat hubungan kausalitas antara Pinjaman Luar Negeri dengan pertumbuhan ekonomi, Pinjaman Luar Negeri pemerintah, dan Pinjaman Luar Negeri swasta.
(ii)           Sifat kausalitas antara Pinajaman Luar Negeri dan pertumbuhan ekonomi telah membentuk pola pembangunan dengan Pinjaman Luar Negeri dan dapat menjadi penyebab akumulasi Pinjaman Luar Negeri yang besar.
(iii)          Karakteristik Pinjaman Luar Negeri pemerintah dan Pinjaman Luar Negeri swasta tidak sama sehingga berdampak beda atas pertumbuhan ekonomi dan sifat kausalitas antara Pinjaman Luar Negeri pemerintah dan Pinjaman Luar Negeri swasta dapat membentuk kombinasi Pinjaman Luar Negeri yang efektif.
Makhlani juga berpendapat tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Pinjaman Luar Negeri yang diterima suatu negara dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan Pinjaman Luar Negeri hanya merupakan substitusi mobilisasi yang bersumber dari dalam negeri dan Pinjaman Luar Negeri yang besar dapat menyebabkan ekonomi suatu negara rentan terhadap gejolak perekonomian global. Hal ini telah terbukti di Indonesia yang merupakan salah satu negera berkembang dan memiliki Pinjaman Luar Negeri yang terus meningkat baik Pinjaman Luar Negeri Pemerintah maupun Pinjaman Luar Negeri Swasta. Pinjaman Luar Negeri Swasta melalui Frankfurt Agreement yang menghasilkan 3 program yaitu:
1. Penyelesaian masalah Pinajaman Luar Negeri antarbank melalui program Interbank Debt  Exchange Offer.
2. Penyelesaian kendala pembiayaan perdagangan melalui program Trade Maintence Facility.
3. Penyelesaian masalah pinjaman sektor swasta non bank melalui program Indonesian Debt  Restructuring Agency.





























BAB III
ANALISA (Critical Review)
          Dalam metode analisa pada critical review ini maka digunakan metode kualitatif dengan menggunakan deskriptif dalam penjelasannya dengan membandingkan kondisi eksisting dan beberapa teori yang terkait dalam kajian teoritis pada Bab II.
3.1   Metode Kualitatif
          Menurut sugiyono (2012) metode kulitatif merupakan pendekatan studi secara deskriptif analitik dan dalam penelitian ini bersifat mendalam dari suatu data lalu diolah dan mengandung makna. Metode kualitatif secara signifikan dapat mempengaruhi subtansi penelitian. Artinya metode kualitatif ini langsung berhubungan anatara peneliti dan kondisi eksisting. Melalui objel dan subjek penelitian. Bogdan dan Biklen (1992) juga menyatakan bahwa metode penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data – data deskriptif yang dapat dituangkan atau dinyatakan lewat ucapan atau tulian atau uraian yang mendalam.

3.2 Kondisi Eksisting
            Kabupaten Subang adalah sebuah kabupaten di Taatar Pasundan Provinsi Jawa Barat. Indonesia. Ibu kotanya adalah Subang. Berbatasan dengan laut Jawa karena itu perlu pembangunan pelabuhan baru yang bertaraf Internasional. Sebagai upaya pengembangan pemerintah dalam pengadaan nawacita presiden penguatan dibidang kemaritiman.
Pelabuhan sendiri memimiliki pengertian Menurut Gurning dan Budiyanto, (2007), pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan dan sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan Pemerintahan dan kegiatan layanan jasa. Utamanya pelabuhan adalah tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi. Akan tetapi kondisi eksisting pada pelabuhan Patimban saat ini belum memadai. Saat ini kelas pelabuhan Patimban sendiri masih tergolong pelabuhan regional yang hanya melayani bongkar muat batu bara.
            Karena itu diperlukan pembiayaan pembangunan untuk menjadikan pelabuhan Patimban menjadi pelabuhan kelas Internasional diperlukan anggaran dalam pmbiayaan. Akan tetapi permasalahan muncul karena dalam pembiayaannya investor asing saat ini tidak pemerintah tidak mau menggunakan sumber dan dari APBN maka solusi untuk itu adalah sumber dan dari luar Negeri. Dalam kasus pelabuhan Patimban sendiri saat ini investor asala Jepang yang tertarik untuk mendanai pembangunan pelabuhan Patimban.
3.3 Steakholder Yang Terkait
          Stakeholders atau dinamakan pemangku kepentingan adalah kelompok atau individu yang dukungannya diperlukan demi kesejahteraan dan kelangsungan hidup organisasi. Pemangku kepentingan adalah seseorang, organisasi atau kelompok dengan kepentingan terhadap suatu sumberdaya alam tertentu (Brown et al 2001). Saat ini steakholder yang terkait dalam pembiayaan pembangunan pelabuhan Patimban sendiri adalah Pemerintah pusat yaitu kementrian BAPENAS dan kementerian perhubungan serta pemerintah daerah propinsi Kabupaten Subang Jawa Bara, dan investor asal Jepang. Pemerintah berperan sebagai penyedia Infrastruktur dan Investor sebagai sumber dana penyediaan infrastruktur.
3.4 Kendala Dalam pembiayaan Pembangunan
          Pembiayaan pembanguna saat ini mengalami kendala – kendala baik itu permasalahan internal dan eksternal seperti pada pelabuhan seperti pelabuhan Patimban yang saat ini mengalami kendala eksternal. Karena mengalami kekurangan pembiayaan pembangunan dalam peningkatan kelas pelabuhan regional menjadi pelabuhan kelas Internasional. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan. 2002. Tatanan Kepelabuhan Nasional – Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 53 TAHUN 2002. Ada beberapa jenis pelabuhan yaitu pelabuhan internasional kelas utama primer, pelabuhan internasional kelas utama sekunder, pelabuhan internasional kelas utama tersier. Untuk peningkatan kelas pelabuhan Patimban diperlukan anggaran yang tidak sedikit.  Pembiayaan pembangunan pelabuhan Patimban menggunakan sumber pinjaman luar negeri. Menurut Makhlani dalam tulisannya yang berjudul Pola Pembangunan Ekonomi dengan Pinjaman Luar Negeri (2007) menyatakan bahwa: terdapat hubungan yang baik antar Negara peminjam dan negara pemberi pinjaman sehingga akan ada pertumbuhan ekonomi sehingga membentuk pola yang berdampak pula pada  perkonomian yang efektif.
           Akan tetapi dalam keadaan yang sesungguhnya pemerintah Indonesia belum bisa menjalin hubungan baik dengan pemerintah Jepang, hal ini dikarenakan adanya pengkajian ulang terhadap pelabuhan Patimban karena pada mulanya pembangunan pelabuhan ini dipindahkan dari Cimalaya Karawang ke daerah Subang Jawa barat. Pemindahan ini dikarenakan pada daerah Cimalaya Karawang mengalami kekurangan lahan untuk dijadikan lahan industri. Menurut Makhlani penyelesaian utang luar negeri dapat dipecahkan dengan 3 program yaitu:
1. Penyelesaian masalah Pinajaman Luar Negeri antar bank melalui program Interbank Debt  Exchange Offer.
2. Penyelesaian kendala pembiayaan perdagangan melalui program Trade Maintence Facility.
3. Penyelesaian masalah pinjaman sektor swasta non bank melalui program Indonesian Debt  Restructuring Agency.  
     Rencananya pemerintah akan melalui program Interbank Debt  Exchange Offer. Karena anggaran yang dibutuhkan tidaklah sedikit. Diproyeksikan Setidaknya dibutuhkan anggaran 40 triliyun Rupiah dalam pembangunan pelabuhan Patimban. Sedangkan jika investor Jepang memberikan pinjaman sebanyak 31,6 triliyun Rupiah.






Bab IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Dari analisis dengan menngunakan teori – teori yang ada dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagai berikut:
1.    Permasalahan pada pelabuhan Patimban saat ini disebabkan oleh kurangnya anggaran dari pemerintah untuk penyediaan pembiayaaan pembangunan pelabuhan Patimban dari pelabuhan kelas regional menjadi pelabuhan kelas Internasional.
2.    Untuk strategi pemecahan permasalahan ini  maka digunakan kebijajakan sistem pinjam luar negeri, saat ini pemerintah telah meminjam dari Negara Jepang sebagai investor pembiayaan pembangunan pelabuhan Patimban.









DAFTAR PUSTAKA
Gurning, Raja Oloan Saut dan Budiyanto, Eko Hariyadi. 2007. Manajemen Bisnis Pelabuhan. PT Andhika Prasetya Ekawahana.
Suranto. 2004. “Manajemen Operasional Angkutan Laut dan Kepelabuhan Serta
Dundovic, Cedomir dan Hess, Svjetlana, 2005,”Exploitability of the Port Container Terminal Stacking Area Capacity in the Circumstances of Increased Turnover”, ISEP 2005
Dekker, Sander, Verhaeghe, R.J. dan Pols, A.A.J., 2003, “Economic Impacts and Public Financing of Port Capacity Investments: the Case of Rotterdam Port Expansion”, TRB 2003 Annual Meeting
Menteri Perhubungan. 2002. Tatanan Kepelabuhan Nasional – Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 53 TAHUN 2002

Mulyadi, 2001, Sistem Akuntansi, Edisi Ketiga, Cetakan Ketiga, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.