BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pelabuhan sebagai
infrastruktur transportasi laut mempunyai peran yang sangat penting dan
strategis untuk pertumbuhan industri dan perdagangan. Menurut Gurning dan
Budiyanto, (2007), pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan
perairan dan sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan
Pemerintahan dan kegiatan layanan jasa. Utamanya pelabuhan adalah tempat kapal
bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang
dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang
pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi.
Oleh karena itu
pengelolaan pelabuhan dilakukan secara efektif, efisien, dan profesional
sehingga pelayanan pelabuhan menjadi lancar, aman, dan cepat. Program
Pemerintah pada saat ini juga mendukung pada kemajuan ke maritiman dengan
adanya program tol laut. Dengan memperbaiki infrastruktur pada pelabuhan –
pelabuhan di Indonesia. Masalah pun
muncul karena tol laut ini terbilang mega proyek Suranto(2004). “Manajemen Operasional Angkutan Laut
dan Kepelabuhan Serta. Dalam
sebuah sumber artikel dalam tribun news disebutkan bahwa menurut Jokowi
pembiayaan pembangunan tol laut menghabiskan 60 triliyun rupiah yang berasal
dari sumber dana APBN. Dana sebanyak itu digunakan untuk pembangunan pelabuhan
– pelabuhan di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawasi, dan Papua.
Menurut sumber artikel
Liputan 6.com Pembangunan pelabuhan sendiri sudah dilakukan di beberapa daerah.
Salah satunya adalah pembangunan pelabuhan di pulau Jawa, selain memperbaiki
pelabuhan yang sudah ada, pemerintah saat ini juga membangun pelabuhan –
pelabuhan besar baru sebagai pendukung aktivitas bongkar muat barang di pulau Jawa. Salah satunya adalah pelabuhan
Patimban di Timur Cimalaya Karawang.
Pelabuhan Patimban sendiri
termasuk dalam pelabuhan yang bermasalah. Dari kementrian Bappenas sendiri
telah mentapkan bahwa pelabuhan Patimban sendiri mengalami permasalahan pada
pembiayaan pembangunan Dundovic, Cedomir dan Hess, Svjetlana,
2005,”Exploitability of the Port Container Terminal Stacking Area Capacity in
the Circumstances of Increased Turnover”, ISEP (2005). Permasalahan ini
diakibatkan kurangnya ketertarikan investor untuk memberikan dana karena adanya
proses pemindahan lokasi dibangunya pelabuhan Patimban. Pada mulanya penetapan
lokasi pelabuhan Patimban sendiri di wilayah barat Cimalaya karawang, dan
sekarang dipindahkan lokasinya ke wilayah Subang Jawa barat. Hal ini disebabkan
oleh kurangnya ketersediaan lahan industri di wilayah Barat Cimalaya Karawang.
Pemerintah pada saat ini telah
mengusahakan untuk menarik investor asing dalam pembiayaan pembangunan pelabuhan
Patimban. Deputi Sarana dan Prasarana Bappenas Wismana Adi Suryabrata
mengatakan saat ini pemerintah Indonesia telah membujuk investor asal Jepang
agar mau membiayai pembangunan pelabuhan Patimban. Dengan sistem kreditur atau pinjam. Untuk itu dibuatlah critical review untuk memberikan suatu
pendapat akan permasalahan pembiayaan pembangunan, agar kedepanya pemangku
kebijakan dapat mengambil keputusan yang cepat dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat serta sesuai standar.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam critical review ini antara
lain :
1.
Siapa saja steakholder yang terkait dalam pembiayaan
pembangunan pelabuhan Patimban
2.
Bagaimana sumber pembiayaan pembangunan pelabuhan Patimban
3.
Bagaimana kendala dalam pembiayaan pembangunan pelabuhan Patimban
4.
Bagaimana strategi dalam pembiayaan pembangunan pelabuhan
Patimban
1.3 Tujuan
Adapun tujuan
penulisan dari critical review ini antara lain mengetahui mengidentifikasi
kendala permasalahan pembiayaan pembangunan pelabuhan Patimban dan mengetahui
strategi dalam pembiayaan pembangunan pelabuhan Patimban,
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN ALASAN PEMILIHAN ISU
2.2 Alasan pemilihan isu
Salah satu Nawacita presiden Joko
Widodo saat ini adalah mengembangkan maritim Indonesia. Dengan adanya
pembangunan infrastruktur kelautan seperti pelabuhan akan membuat nawacita
tersebut bisa tercapai. Karena pelabuhan sendiri sangatlah penting bagi maritim
Indonesia. Fungsi pelabuhan bukan saja sebagai tempat berlabuhnya kapal
melainkan merupakan roda penggerak ekonomi bangsa Indonesia. Kita lihat saja
dalam pembangunan pelabuhan baru di Indonesia. Pemerintah telah membangun
pelabuhan – pelabuhan baru di berbagai pulau di Indonesia seperti di pulau
Sumatera hingga pulau Papua. Salah satunya adalah pembangunan pelabuhan baru di
pulau Jawa, yaitu pembangunan pelabuhan Patimban di Subang Jawa Barat.
Pelabuhan Patimban sendiri saat ini hanya
difungsikan sebagai pelabuhan bongkar muat batu bara. Pemerintah sendiri saat
ini ingin berusaha pelabuhan tersebut agar naik kelas dari pelabuhan kelas
regional menjadi kelas internasiaonal. Untuk itu kepala Dinas perhubbungan Jawa
Barat Dedi Taufik menyatakan perlu anggaran sebanyak 40 trilyun Rupiah untuk
mewujudkan peningkatan kelas pelabuhan tersebut. Dalam pembiayaan pembangunan
pemerintah menggandeng investor Jepang sebagai sumber anggarannya. Akan tetapi
dalam pelaksanaannya proses pembiayaan pembangunan tersebut terganjal oleh
beberapa faktor. Salah satunya adalah kurang tertariknya lagi investor asing
tersebut untuk membangun pelabuhan Patimban di Subang, Karena masih perlu proses pengkajian ulang yang memakan waktu
yang cukup lama.
2.3
Kajian Teoritis
Menurut Gurning dan Budiyanto, (2007),
pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan dan sekitarnya
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan Pemerintahan dan kegiatan
layanan jasa. Utamanya pelabuhan adalah tempat kapal bersandar, berlabuh, naik
turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat
perpindahan intra dan antar moda transportasi. Sementara itu Suranto (2004),
mengatakan pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan
disekitarnya dengan batas–batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan
dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar,
berlabuh, naik-turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi
dengan faslitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan dan
serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi.
2.3 Infrastrktur
Pelabuhan
Operator
pelabuhan lebih memilih untuk meningkatkan produktivitas pelabuhan dalam
mengantisipasi terjadinya peningkatan volume peti kemas yang akan datang. Hal
tersebut dilakukan dengan pertimbangan biaya investasi dalam melakukan
perluasan kapasitas yang disebabkan berbagai kendala. Hal tersebut diperkuat
penelitian Dundovic dan Hess (2005) yang menunjukkan bahwa kapasitas terminal
sangat bergantung kepada kemampuan peralatan pelabuhan dalam melakukan bongkar
muat.
Dekker et. al.
(2003) menekankan bahwa pembangunan infrastruktur melalui perluasan kapasitas
akan memberikan dampak positif terhadap pembangunan ekonomi nasional dan
regional. Pembangunan infrastruktur tersebut harus bisa diterima oleh
masyarakat dengan berbagai macam pertimbangan seperti pertimbangan lingkungan,
tata ruang kota dan aspek sosial ekonomis meskipun biaya pengembangan menjadi
lebih mahal.
2.4
Jenis pelabuhan
Menurut Menteri Perhubungan.
2002. Tatanan Kepelabuhan Nasional – Keputusan Menteri Perhubungan Nomor
KM 53 TAHUN 2002.
Tiap jenis memiliki fungsi dan
perannya sendiri – sendiri, yang kesemuanya itu dibagi secara mengkhusus, yaitu
;
(1) Pelabuhan internasional hub yang
merupakan pelabuhan utama primer :
a. berperan sebagai pelabuhan
internasional hub yang melayani angkutan alih muat (transhipment) peti
kemas nasional dan internasional dengan skala pelayanan transportasi laut
dunia.
b. berperan sebagai pelabuhan induk
yang melayani angkutan peti kemas nasional dan internasional sebesar 2.500.000
TEU's/tahun atau angkutan lain yang setara.
c. berperan sebagai pelabuhan alih
muat angkutan peti kemas nasional dan internasional dengan pelayanan berkisar
dan 3.000.000 - 3.500.000 TEU's/tahun atau angkutan lain yang setara.
d. berada dekat dengan jalur pelayaran
internasional ± 500 mil.
e. kedalaman minimal pelabuhan : -12 m
LWS.
f. memiliki dermaga peti kemas minimal
panjang 350 m',4 crane dan lapangan penumpukan peti kemas seluas 15 Ha.
g. jarak dengan pelabuhan
internasional hub lainnya 500 - 1.000 mil.
(2) Pelabuhan interasional yang merupakan
pelabuhan utama sekunder :
a. berperan sebagai pusat distribusi
peti kemas nasional dan pelayanan angkutan peti kemas internasional.
b. berperan sebagai tempat alih muat
penumpang dan angkutan peti kemas.
c. melayani angkutan peti kemas
sebesan 1.500.000 TEU's/tahun atau angkutan lain yang setara.
d. berada dekat dengan jalur pelayaran
internasional + 500 mil dan jalur pelayaran nasional ± 50 mil.
e. kedalaman minimal pelabuhan - 9 m
LWS.
f. memiliki dermaga peti kemas minimal
panjang 250 m',2 crane dan lapangan penumpukan kontener seluas 10 Ha.
g. jarak dengan pelabuhan
internasional lainnya 200 - 500 mil.
(3) Pelabuhan nasional yang merupakan
pelabuhan utama tersier :
a. berperan sebagai pengumpan anqkutan
peti kemas nasional.
b. berperan sebagai tempat alih muat
penumpang dan barang umum nasional.
c. berperan melayani angkutan peti
kemas nasional di seluruh Indonesia.
d. berada dekat dengan jalur pelayaran
nasional + 50 mil.
e. kedalaman minimal pelabuhan –9
m LWS.
f. memiliki dermaga multipurpose minimal
panjang 150 m', mobile crane atau skipgear kapasitas 50 ton.
g. jarak dengan pelabuhan nasional
lainnya 50 - 100 mil.
(4) Pelabuhan regional yang merupakan
pelabuhan pengumpan primer :
a. berperan sebagai pengumpan
pelabuhan hub internasional, pelabuhan internasional pelabuhan nasional.
b. berperan sebagai tempat alih muat
penumpang dan barang dari/ke pelabuhan utarna dan pelabuhan pengumpan.
c. berperan melayani angkutan taut
antar Kabupaten/Kota dalam propinsi.
d. berada dekat dengan jalur pelayaran
antar pulau ± 25 mil.
e. kedalaman minimal pelabuhan -4 m
LWS.
f. memiliki dermaga minimal panjang 70
m.
g. jarak dengan pelabuhan regional
lainnya 20 - 50 mil.
(5) Pelabuhan lokal yang merupakan
pelabuhan pengumpan sekunder :
a. berperan sebagai pengumpan
pelabuhan hub internasional, pelabuhan internasional, pelabuhan nasional dan
pelabuhan regional.
b. berperan sebagai tempat pelayanan
penumpang di daerah terpencil, terisolasi, perbatasan, daerah perbatasan yang
hanya didukung oleh mode transportasi laut.
c. berperan sebagai tempat pelayanan
moda transportasi laut untuk mendukung kehidupan masyarakat dan berfungsi
sebagai tempat multifungsi selain sebagai terminal untuk penumpang juga untuk
melayani bongkar muat kebutuhan hidup masyarakat disekitamya.
d. berada pada lokasi yang tidak
dilalui jalur transportasi laut reguler kecuali keperintisan.
e. kedalaman minimal pelabuhan -1,5 m
LWS.
f. memiliki fasilitas tambat.
g. jarak dengan pelabuhan lokal
lainnya 5 - 20 mil.
2.5
Sumber-sumber Pembiayaan Pembangunan
Sumber
pembiayaan pembangunan merupakan pengalokasian dana yang digunakan untuk
pembangunan kegiatan ekonomi, sosial, fisik, dll. Sumber pembiayaan sendiri
dibedakan menjadi dua, yaitu: sumber pembiayaan konvensional dan sumber
pembiayaan non konvensional. Sumber pembiayaan konvensional diperoleh dari
pemerintah, yaitu dari anggaran pemerintah seperti APBN/APBD, pajak, retribusi.
Sedangkan non konvensional berasal dari pinljaman luar negeri. Sedangkan
menurut pengertian anggaran sendiri adalah Menurut Mulyadi (2001, p.488),
anggaran adalah suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif yang
diukur dalam satuan moneter standar ukuran yang lain yang mencakup jangka waktu
satu tahun. Menurut Gunawan Adisaputro dan Marwan Asri (1989:6), anggaran
adalah suatu pendekatan yang formal dan sistematis daripada pelaksanaan
tanggung jawab manajemen dalam perencanaan, koordinasi, dan pengawasan.
Definisi
anggaran, atau biasa disebut dengan pembiayaan publik di atas, dapat digunakan
baik dalam lingkup rumah tangga maupun daerah/negara. Anggaran terbagi menjadi
2, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD). APBN dikeluarkan oleh pemerintah pusat atas
persetujuan DPR. Sedangkan APBD dikeluarkan oleh pemerintah daerah melalui
persetujuan DPRD. Perbedaan undang-undang perda tentang APBN/APBD dengan
undang-undang lainnya adalah:
● Periodisitas
dan kontinuitas, artinya undang-undang anggaran hanya berlaku satu tahun.
Sedangkan undang-undang lain berlaku secara terus menerus.
● Materiil,
artinya undang-undang anggaran hanya berlaku bagi pemerintah. Sedangkan
undang-undang lain mengikat semua masyarakat.
2.6
RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah)
Sofyan Djalil, Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) mengatakan pelabuhan Patimban sudah masuk RPJM nasional dan
pembangunannya akan segera dilaksanakan.
Sistem
Anggaran di Indonesia
Sistem anggaran di Indonesia
menggunakan sistem anggaran daerah dan terpusat. Pada saat berlangsungnya masa
orde baru sistem anggaran di Indonesia merupakan sistem anggaran terpusat,
dimana semua anggaran yang ada tercantum dalam APBN. Pada era reformasi, yakni
sekitar tahun 1999 diberlakukan kebijakan otonomi daerah yang pada akhirnya
mengharuskan pemerintah daerah untuk memiliki buku anggarannya sendiri atau
biasa disebut APBD. APBN sendiri disahkan oleh Kementrian Keuangan sedangkan
APBD disahkan oleh Kementrian Dalam Negeri. Karena Indonesia menggunakan sistem
anggaran terpusat dan sistem anggaran daerah maka sistem anggaran di Indonesia
disebut sistem anggaran yang terpadu.
2.7
Pinjaman Luar Negeri
Makhlani dalam tulisannya yang
berjudul Pola Pembangunan Ekonomi dengan Pinjaman Luar Negeri (2007) menyatakan
bahwa:
(i)
Terdapat
hubungan kausalitas antara Pinjaman Luar Negeri dengan pertumbuhan ekonomi,
Pinjaman Luar Negeri pemerintah, dan Pinjaman Luar Negeri swasta.
(ii)
Sifat
kausalitas antara Pinajaman Luar Negeri dan pertumbuhan ekonomi telah membentuk
pola pembangunan dengan Pinjaman Luar Negeri dan dapat menjadi penyebab
akumulasi Pinjaman Luar Negeri yang besar.
(iii)
Karakteristik
Pinjaman Luar Negeri pemerintah dan Pinjaman Luar Negeri swasta tidak sama
sehingga berdampak beda atas pertumbuhan ekonomi dan sifat kausalitas antara
Pinjaman Luar Negeri pemerintah dan Pinjaman Luar Negeri swasta dapat membentuk
kombinasi Pinjaman Luar Negeri yang efektif.
Makhlani
juga berpendapat tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Pinjaman Luar
Negeri yang diterima suatu negara dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini
disebabkan Pinjaman Luar Negeri hanya merupakan substitusi mobilisasi yang
bersumber dari dalam negeri dan Pinjaman Luar Negeri yang besar dapat
menyebabkan ekonomi suatu negara rentan terhadap gejolak perekonomian global.
Hal ini telah terbukti di Indonesia yang merupakan salah satu negera berkembang
dan memiliki Pinjaman Luar Negeri yang terus meningkat baik Pinjaman Luar
Negeri Pemerintah maupun Pinjaman Luar Negeri Swasta. Pinjaman Luar Negeri
Swasta melalui Frankfurt Agreement yang menghasilkan 3 program yaitu:
1.
Penyelesaian masalah Pinajaman Luar Negeri antarbank melalui program Interbank
Debt Exchange Offer.
2.
Penyelesaian kendala pembiayaan perdagangan melalui program Trade Maintence
Facility.
3.
Penyelesaian masalah pinjaman sektor swasta non bank melalui program Indonesian
Debt Restructuring Agency.
BAB III
ANALISA (Critical Review)
Dalam
metode analisa pada critical review ini maka digunakan metode kualitatif dengan
menggunakan deskriptif dalam penjelasannya dengan membandingkan kondisi
eksisting dan beberapa teori yang terkait dalam kajian teoritis pada Bab II.
3.1 Metode
Kualitatif
Menurut sugiyono (2012) metode
kulitatif merupakan pendekatan studi secara deskriptif analitik dan dalam
penelitian ini bersifat mendalam dari suatu data lalu diolah dan mengandung
makna. Metode kualitatif secara signifikan dapat mempengaruhi subtansi
penelitian. Artinya metode kualitatif ini langsung berhubungan anatara peneliti
dan kondisi eksisting. Melalui objel dan subjek penelitian. Bogdan dan Biklen
(1992) juga menyatakan bahwa metode penelitian kualitatif merupakan penelitian
yang menghasilkan data – data deskriptif yang dapat dituangkan atau dinyatakan
lewat ucapan atau tulian atau uraian yang mendalam.
3.2 Kondisi Eksisting
Kabupaten
Subang adalah sebuah kabupaten di Taatar Pasundan Provinsi Jawa Barat.
Indonesia. Ibu kotanya adalah Subang. Berbatasan dengan laut Jawa karena itu
perlu pembangunan pelabuhan baru yang bertaraf Internasional. Sebagai upaya
pengembangan pemerintah dalam pengadaan nawacita presiden penguatan dibidang
kemaritiman.
Pelabuhan sendiri memimiliki
pengertian Menurut Gurning dan Budiyanto, (2007), pelabuhan adalah
tempat yang terdiri dari daratan dan perairan dan sekitarnya dengan batas-batas
tertentu sebagai tempat kegiatan Pemerintahan dan kegiatan layanan jasa.
Utamanya pelabuhan adalah tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang
dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan
intra dan antar moda transportasi. Akan tetapi kondisi eksisting pada pelabuhan
Patimban saat ini belum memadai. Saat ini kelas pelabuhan Patimban sendiri
masih tergolong pelabuhan regional yang hanya melayani bongkar muat batu bara.
Karena itu diperlukan pembiayaan
pembangunan untuk menjadikan pelabuhan Patimban menjadi pelabuhan kelas
Internasional diperlukan anggaran dalam pmbiayaan. Akan tetapi permasalahan muncul
karena dalam pembiayaannya investor asing saat ini tidak pemerintah tidak mau
menggunakan sumber dan dari APBN maka solusi untuk itu adalah sumber dan dari
luar Negeri. Dalam kasus pelabuhan Patimban sendiri saat ini investor asala
Jepang yang tertarik untuk mendanai pembangunan pelabuhan Patimban.
3.3 Steakholder Yang Terkait
Stakeholders
atau dinamakan pemangku kepentingan adalah kelompok atau individu yang
dukungannya diperlukan demi kesejahteraan dan kelangsungan hidup organisasi.
Pemangku kepentingan adalah seseorang, organisasi atau kelompok dengan
kepentingan terhadap suatu sumberdaya alam tertentu (Brown et al 2001). Saat ini
steakholder yang terkait dalam pembiayaan pembangunan pelabuhan Patimban
sendiri adalah Pemerintah pusat yaitu kementrian BAPENAS dan kementerian
perhubungan serta pemerintah daerah propinsi Kabupaten Subang Jawa Bara, dan
investor asal Jepang. Pemerintah berperan sebagai penyedia Infrastruktur dan
Investor sebagai sumber dana penyediaan infrastruktur.
3.4 Kendala Dalam pembiayaan Pembangunan
Pembiayaan
pembanguna saat ini mengalami kendala – kendala baik itu permasalahan internal
dan eksternal seperti pada pelabuhan seperti pelabuhan Patimban yang saat ini
mengalami kendala eksternal. Karena mengalami kekurangan pembiayaan pembangunan
dalam peningkatan kelas pelabuhan regional menjadi pelabuhan kelas
Internasional. Menurut Peraturan
Menteri Perhubungan. 2002. Tatanan Kepelabuhan Nasional – Keputusan
Menteri Perhubungan Nomor KM 53 TAHUN 2002. Ada beberapa jenis pelabuhan yaitu
pelabuhan internasional kelas utama primer, pelabuhan internasional kelas utama
sekunder, pelabuhan internasional kelas utama tersier. Untuk peningkatan kelas
pelabuhan Patimban diperlukan anggaran yang tidak sedikit. Pembiayaan pembangunan pelabuhan Patimban menggunakan
sumber pinjaman luar negeri. Menurut Makhlani dalam tulisannya yang berjudul
Pola Pembangunan Ekonomi dengan Pinjaman Luar Negeri (2007) menyatakan bahwa:
terdapat hubungan yang baik antar Negara peminjam dan negara pemberi pinjaman
sehingga akan ada pertumbuhan ekonomi sehingga membentuk pola yang berdampak
pula pada perkonomian yang efektif.
Akan tetapi dalam keadaan yang sesungguhnya pemerintah
Indonesia belum bisa menjalin hubungan baik dengan pemerintah Jepang, hal ini
dikarenakan adanya pengkajian ulang terhadap pelabuhan Patimban karena pada
mulanya pembangunan pelabuhan ini dipindahkan dari Cimalaya Karawang ke daerah
Subang Jawa barat. Pemindahan ini dikarenakan pada daerah Cimalaya Karawang
mengalami kekurangan lahan untuk dijadikan lahan industri. Menurut Makhlani
penyelesaian utang luar negeri dapat dipecahkan dengan 3 program yaitu:
1.
Penyelesaian masalah Pinajaman Luar Negeri antar bank melalui program Interbank
Debt Exchange Offer.
2.
Penyelesaian kendala pembiayaan perdagangan melalui program Trade Maintence
Facility.
3.
Penyelesaian masalah pinjaman sektor swasta non bank melalui program Indonesian
Debt Restructuring Agency.
Rencananya pemerintah akan melalui program Interbank
Debt Exchange Offer. Karena anggaran
yang dibutuhkan tidaklah sedikit. Diproyeksikan Setidaknya dibutuhkan anggaran
40 triliyun Rupiah dalam pembangunan pelabuhan Patimban. Sedangkan jika investor
Jepang memberikan pinjaman sebanyak 31,6 triliyun Rupiah.
Bab IV
KESIMPULAN
4.1
Kesimpulan
Dari analisis dengan menngunakan teori
– teori yang ada dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagai berikut:
1.
Permasalahan
pada pelabuhan Patimban saat ini disebabkan oleh kurangnya anggaran dari
pemerintah untuk penyediaan pembiayaaan pembangunan pelabuhan Patimban dari
pelabuhan kelas regional menjadi pelabuhan kelas Internasional.
2.
Untuk
strategi pemecahan permasalahan ini maka
digunakan kebijajakan sistem pinjam luar negeri, saat ini pemerintah telah
meminjam dari Negara Jepang sebagai investor pembiayaan pembangunan pelabuhan
Patimban.
DAFTAR PUSTAKA
Gurning,
Raja Oloan Saut dan Budiyanto, Eko Hariyadi. 2007. Manajemen Bisnis Pelabuhan.
PT Andhika Prasetya Ekawahana.
Suranto.
2004. “Manajemen Operasional Angkutan Laut dan Kepelabuhan Serta
Dundovic,
Cedomir dan Hess, Svjetlana, 2005,”Exploitability of the Port Container
Terminal Stacking Area Capacity in the Circumstances of Increased Turnover”,
ISEP 2005
Dekker,
Sander, Verhaeghe, R.J. dan Pols, A.A.J., 2003, “Economic Impacts and Public
Financing of Port Capacity Investments: the Case of Rotterdam Port Expansion”,
TRB 2003 Annual Meeting
Menteri
Perhubungan. 2002. Tatanan Kepelabuhan Nasional – Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor KM 53 TAHUN 2002
Mulyadi,
2001, Sistem Akuntansi, Edisi Ketiga, Cetakan Ketiga, Penerbit Salemba Empat,
Jakarta.