Selasa, 31 Mei 2016

Tugas kependudukan



Masalah kependudukan : Pernikahan Usia Dini
            Pernikahan dini adalah sebuah bentuk pernikahan yang salah satu atau kedua pasangan berusia di bawah 18 tahun. Dalam UU perkawinan nomor 1 tahun 1974 dijelaskan bahwa batas minimal usia menikah bagi perempuan 16 tahun dan lelaki 19 tahun. Pernikahan dini sering terjadi pada anak yang sedang mengikuti pendidikan atau pada mereka yang putus sekolah. Hal ini merupakan masalah sosial yang terjadi di masyarakat yang penyebab dan dampaknya amat kompleks mencakup social-budaya, ekonomi, pendidikan, kesehatan maupun psikis.
            Berdasar data hasil survei BKKBN tahun 2012, angka perempuan menikah usia 10-14 di Indonesia sebesar 4,2 persen. Sementara perempuan menikah usia 15-19 tahun sebesar 41,8 persen. Sehingga total anak perempuan menikah dibawah 20 tahun ada 45 persen. Sangat tinggi.
      Plan Indonesia, organisasi kemanusiaan yang fokus pada perlindungan dan pemberdayaan anak, menyampaikan hasil temuannya mengenai pernikahan dini. Plan mencatat, 33,5 persen anak usia 13-18 tahun pernah menikah, dan rata-rata mereka menikah pada usia 15-16 tahun.  Pada tahun 2008 Bappenas mengungkapkan bahwa 34,5 persen dari 2.049.000 perkawinan tahun 2008 adalah perkawinan anak. Studi ini menunjukkan lima faktor yang memengaruhi perkawinan anak, yaitu perilaku seksual dan kehamilan tidak dikehendaki, tradisi atau budaya, rendahnya pengetahuan kesehatan reproduksi dan tingkat pendidikan orangtua, faktor sosio-ekonomi dan geografis, serta lemahnya penegakan hukum.
            Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab ataupun faktor pendorong terjadinya pernikahan dini. Pertama, masalah ekonomi yang rendah dan kemiskinan menyebabkan orang tua tidak mampu mencukupi kebutuhan anaknya dan tidak mampu membiayai sekolah sehingga mereka memutuskan untuk menikahkan anaknya dengan harapan sudah lepas tanggung jawab untuk membiayai kehidupan anaknya ataupun dengan harapan anaknya bisa memperoleh penghidupan yang lebh baik. Kedua, kehamilan diluar nikah dan ketakutan orang tua akan terjadinya hamil diluar nikah mendorong anaknya untuk menikah diusia yang masih belia. Ketiga, social-budaya atau adat istiadat yang diyakini masyarakat tertentu semakin menambah presentase pernikahan dini di Indonesia. Misalnya keyakinan bahwa tidak boleh menolak pinangan seseorang pada putrinya walaupun masih dibawah usia 18 tahun terkadang dianggap menyepelekan dan menghina menyebabkan orang tua menikahkan putrinya.
  • Pendidikan anak terputus : pernikahan dini menyebabkan anak putus sekolah hal ini berdampak pada rendahnya tingkat pengetahuan dan akses informasi pada anak.
  • Kemiskinan : dua orang anak yang menikah dini cenderung belum memiliki penghasilan yang cukup atau bahkan belum bekerja. Hal inilah yang menyebabkan pernikahan dini rentan dengan kemiskinan.
  • Kekerasan dalam rumah tangga: dominasi pasangan akibat kondisi psikis yang masih labil menyebabkan emosi sehingga bias berdampak pada Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
  • Kesehatan psikologi anak: ibu yang mengandung di usia dini akan mengalami trauma berkepanjangan, kurang sosialisasi dan juga mengalami krisis percaya diri untuk bergaul dengan anak-anak seusianya mengingat statusnya juga sebagai istri.
  • Anak yang dilahirkan : Saat anak yang masih bertumbuh mengalami proses kehamilan, terjadi persaingan nutrisi dengan janin yang dikandungnya, sehingga berat badan ibu hamil seringkali sulit naik, dapat disertai dengan anemia karena defisiensi nutrisi, serta berisiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah. Didapatkan bahwa sekitar 14% bayi yang lahir dari ibu berusia remaja di bawah 17 tahun adalah prematur. Anak berisiko mengalami perlakuan salah dan atau penelantaran. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak yang dilahirkan dari pernikahan usia dini berisiko mengalami keterlambatan perkembangan, kesulitan belajar, gangguan perilaku, dan cenderung menjadi orangtua pula di usia dini
  • Kesehatan Reproduksi : kesehatan reproduksi anak sangatlah penting apabila dipaksakan kesehatan reproduksi anak akan mengalami gejala sakit yang luar biasa  ,. Hal ini disebabkan organ reproduksi anak belum berkembang dengan baik dan panggul juga belum siap untuk melahirkan.
            Untuk mencegah semakin bertambahnya perkawinan dini, pemerintah dengan lembaga BKKBN akan terus memperluas sosialisasi bahaya pernikahan dini. Dengan memperbanyak lembaga pendidikan konseling yaitu PIK (Pusat Informasi Konseling) di sekolah – sekolah dengan tujuan mendidik  siswa  untuk memahami risiko pernikahan dini. Jumlahnya mencapai 16 ribu unit PIK. Salah satu program yang dijalankan adalah pendidikan mengenai kesehatan alat reproduksi. Selain itu  saat ini BKKBN menetapkan batas usia pernikahan perempuan dari 16 tahun menjadi 18 tahun agar memberikan kesempatan perempuan agar menempuh pendidikan dan terhindar dari masalah kesehatan dll. Semoga dengan kebijakan tersebut bisa menurunkan angka pernikahan dini di Indonesia.
Sekian dan terimakasih....
Refrensi
http://www.bkkbn.go.id/.../2012
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/16/02/25/o33vzw284-pernikahan-dini-disebut-salah-satu-penyebab-kdrt
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/16/02/25/o33vzw284-pernikahan-dini-disebut-salah-satu-penyebab-kdrt
http://www.rumahnikah.com/pengaruh-fisik-dan-psikis-akibat-pernikahan-dini/
http://www.alodokter.com/ini-alasan-pernikahan-dini-tidak-disarankan
http://woro2wargo.blogspot.co.id/2013/06/bkkbn-dorong-kenaikan-batas-usia.html