Masalah
kependudukan : Pernikahan Usia Dini
Pernikahan
dini adalah sebuah bentuk pernikahan yang salah satu atau kedua pasangan
berusia di bawah 18 tahun. Dalam UU perkawinan nomor 1 tahun 1974 dijelaskan
bahwa batas minimal usia menikah bagi perempuan 16 tahun dan lelaki 19 tahun. Pernikahan
dini sering terjadi pada anak yang sedang mengikuti pendidikan atau pada mereka
yang putus sekolah. Hal ini merupakan masalah sosial yang terjadi di masyarakat
yang penyebab dan dampaknya amat kompleks mencakup social-budaya, ekonomi, pendidikan,
kesehatan maupun psikis.
Berdasar data hasil survei BKKBN
tahun 2012, angka perempuan menikah usia 10-14 di Indonesia sebesar 4,2 persen.
Sementara perempuan menikah usia 15-19 tahun sebesar 41,8 persen. Sehingga
total anak perempuan menikah dibawah 20 tahun ada 45 persen. Sangat tinggi.
Plan Indonesia, organisasi kemanusiaan yang fokus pada perlindungan dan
pemberdayaan anak, menyampaikan hasil temuannya mengenai pernikahan dini. Plan
mencatat, 33,5 persen anak usia 13-18 tahun pernah menikah, dan rata-rata
mereka menikah pada usia 15-16 tahun. Pada tahun 2008 Bappenas
mengungkapkan bahwa 34,5 persen dari 2.049.000 perkawinan tahun 2008 adalah
perkawinan anak. Studi ini menunjukkan lima faktor yang memengaruhi perkawinan
anak, yaitu perilaku seksual dan kehamilan tidak dikehendaki, tradisi atau
budaya, rendahnya pengetahuan kesehatan reproduksi dan tingkat pendidikan
orangtua, faktor sosio-ekonomi dan geografis, serta lemahnya penegakan hukum.
Ada
beberapa faktor yang menjadi penyebab ataupun faktor pendorong terjadinya
pernikahan dini. Pertama, masalah ekonomi yang rendah dan kemiskinan
menyebabkan orang tua tidak mampu mencukupi kebutuhan anaknya dan tidak mampu
membiayai sekolah sehingga mereka memutuskan untuk menikahkan anaknya dengan
harapan sudah lepas tanggung jawab untuk membiayai kehidupan anaknya ataupun
dengan harapan anaknya bisa memperoleh penghidupan yang lebh baik. Kedua, kehamilan
diluar nikah dan ketakutan orang tua akan terjadinya hamil diluar nikah
mendorong anaknya untuk menikah diusia yang masih belia. Ketiga, social-budaya
atau adat istiadat yang diyakini masyarakat tertentu semakin menambah presentase
pernikahan dini di Indonesia. Misalnya keyakinan bahwa tidak boleh menolak
pinangan seseorang pada putrinya walaupun masih dibawah usia 18 tahun terkadang
dianggap menyepelekan dan menghina menyebabkan orang tua menikahkan putrinya.
- Pendidikan anak terputus : pernikahan dini menyebabkan anak putus sekolah hal ini berdampak pada rendahnya tingkat pengetahuan dan akses informasi pada anak.
- Kemiskinan : dua orang anak yang menikah dini cenderung belum memiliki penghasilan yang cukup atau bahkan belum bekerja. Hal inilah yang menyebabkan pernikahan dini rentan dengan kemiskinan.
- Kekerasan dalam rumah tangga: dominasi pasangan akibat kondisi psikis yang masih labil menyebabkan emosi sehingga bias berdampak pada Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
- Kesehatan psikologi anak: ibu yang mengandung di usia dini akan mengalami trauma berkepanjangan, kurang sosialisasi dan juga mengalami krisis percaya diri untuk bergaul dengan anak-anak seusianya mengingat statusnya juga sebagai istri.
- Anak yang dilahirkan : Saat anak yang masih bertumbuh mengalami proses kehamilan, terjadi persaingan nutrisi dengan janin yang dikandungnya, sehingga berat badan ibu hamil seringkali sulit naik, dapat disertai dengan anemia karena defisiensi nutrisi, serta berisiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah. Didapatkan bahwa sekitar 14% bayi yang lahir dari ibu berusia remaja di bawah 17 tahun adalah prematur. Anak berisiko mengalami perlakuan salah dan atau penelantaran. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak yang dilahirkan dari pernikahan usia dini berisiko mengalami keterlambatan perkembangan, kesulitan belajar, gangguan perilaku, dan cenderung menjadi orangtua pula di usia dini
- Kesehatan Reproduksi : kesehatan reproduksi anak sangatlah penting apabila dipaksakan kesehatan reproduksi anak akan mengalami gejala sakit yang luar biasa ,. Hal ini disebabkan organ reproduksi anak belum berkembang dengan baik dan panggul juga belum siap untuk melahirkan.
Untuk mencegah semakin bertambahnya
perkawinan dini, pemerintah dengan lembaga BKKBN akan terus memperluas
sosialisasi bahaya pernikahan dini. Dengan memperbanyak lembaga pendidikan konseling
yaitu PIK (Pusat Informasi Konseling) di sekolah – sekolah dengan tujuan mendidik
siswa untuk memahami risiko pernikahan dini.
Jumlahnya mencapai 16 ribu unit PIK. Salah satu program yang dijalankan adalah
pendidikan mengenai kesehatan alat reproduksi. Selain itu saat ini BKKBN menetapkan batas usia
pernikahan perempuan dari 16 tahun menjadi 18 tahun agar memberikan kesempatan
perempuan agar menempuh pendidikan dan terhindar dari masalah kesehatan dll. Semoga
dengan kebijakan tersebut bisa menurunkan angka pernikahan dini di Indonesia.
Sekian
dan terimakasih....
Refrensi
http://www.bkkbn.go.id/.../2012
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/16/02/25/o33vzw284-pernikahan-dini-disebut-salah-satu-penyebab-kdrt
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/16/02/25/o33vzw284-pernikahan-dini-disebut-salah-satu-penyebab-kdrt
http://www.rumahnikah.com/pengaruh-fisik-dan-psikis-akibat-pernikahan-dini/
http://www.alodokter.com/ini-alasan-pernikahan-dini-tidak-disarankan
http://woro2wargo.blogspot.co.id/2013/06/bkkbn-dorong-kenaikan-batas-usia.html